Bengkulu – Polemik opsen pajak masih menjadi perdebatan publik Bengkukulu. Bahkan Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan menjadi sasaran empuk para oknum yang mencari panggung atas kontroversi opsen pajak kendaraan bermotor. Padahal opsen pajak tersebut berkaitan dengan Perda No 7 Tahun 2023 yang disahkan sebelum Helmi Hasan menjabat sebagai Gubernur Bengkulu.
Berbagai solusi dibicarakan untuk memangkas persentase opsen pajak, salah satunya Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin yang diketahui salah satu aktor pengesahan Perda No 7 Tahun 2023. Ia memberikan solusi agar Gubernur Bengkulu menerbitkan kebijakan peringanan pembayaran pajak kendaraan.

Menanggapi hal tersebut, Dediyanto, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) memberikan jawaban yang tegas, bahwa solusi dari opsen pajak hanya revisi Perda bukan membuat keputusan peringanan pajak.
“Dalam Perda No 7 tahun 2023 ada pasal 76 yang beri kewenangan pada Gubenur untuk atur kebijakan pajak. Pasal ini bersyarat untuk bencana alam, kebakaran, lahan pertanian yang terbatas, huru hara, menyasar warga tertentu. Hal itu rentang dengan korupsi, gratifikasi dan kebocoran. Itulah kenapa Perda harus direvisi. Ingat Pasal 76 itu berisikan kewenangan dengan cataan”, tegas Dediyanto yang juga Anggota DPRD Kota Bengkulu.
Selain itu Dediyanto menyampaikan bahwa Perda yang Usin sebagai dalang dalam pembuatannya itu adalah Perda yang tidak berkualitas.
“Karena Perda tersebut tidak berkualitas..sudah di dalamnya memasukan item tertinggi se Indonesia yaitu PKB 1,2% dan Bea Balik nama 12%. Muncul item Gubenur boleh lakukan Kebijakan. Selama ini Perda itu tertahan oleh kebijakan Gubernur…sampai kapan? Justru dengan keberanian Gubernur sekarang, dia lakukan kebijakan revisi Perda agar penyelesainan komprehensif tidak parsial”, pungkas Dediyanto.
Dediyanto, mengatakan bahwa peringanan pembayaran pajak kendaraan bukanlah solusi yang tepat. Solusi untuk mengurangi opsen pajak adalah revisi Perda.
“Apakah di Bengkulu ada huru-hara, bencana alam, kebakaran ? Jika itu tidak ada, maka yang harus dilakukan adalah revisi Perda dengan opsen pajak tertinggi di Indonesia itu”, ungkap Dediyanto.
Dediyanto juga sangat menyesalkan, dan menganggap bahwa kritikan yang ditujukan kepada Gubernur Helmi Hasan adalah kritikan yang salah sasaran.
“Sangat Aneh gerakan sporadis ini, mestinya yg mereka serang adalah dimana pertanggungjawaban pemerintah yg buang duit 56 milyar dalam setahun hanya untuk iklan media massa, mestinya itu jadi sorotan. Ini justru Gubernur yg mangkas dana itu di ubah utk Jalan yg tiap hari di serang. Inilah daerah dengan sebutan pejabat nyaman dengan iklan, hamburkan duit sia sia”, sesal Dediyanto.
(DSR)