Bengkulu – Pajak kendaraan bermotor menjadi perdebatan ditengah publik Bengkulu. Dedi Yanto politisi PAN sekaligus DPRD Kota Bengkulu memberikan keterangan terkait hal tersebut. Ia menjelaskan polemik kenaikan pajak kendaraan di Bengkulu penyebabnya adalah perda 7 tahun 2023. Dedi Yanto juga mengatakan, kenapa yang merancang UU tersebut malah tiarap.
“Karena di dalam perda menyebutkan angka untuk kenaikan item PKB 1,2% dan bea balik kendaraan baru 12% itu adalah angka maksimal yg di sebutkan dalam undang-undang. Padahal terkait angka ini kita bisa ambil angka optimal untuk item PKB di bawah 1,2%, sekarang kenapa pada tiarap dan amnesia”, tegas Dedi Yanto.
Dedi Yanto juga mendesak agar hal ini bisa di jelaskan ke masyarakat provinsi Bengkulu.
“Karena selayaknya perda yg akan di syahkan harus melalui tahap uji publik yaitu mengundang aneka pihak utk dimintai pertimbangan ekonomi sosial-politik dll akibat dampak dari Perda tersebut”, desak Dedi Yanto.
Menurut Dedi Yanto hal tersebut perlu dilakukan agar masyarakat tidak ada lagi yang mengkambing hitamkan Gubernur Helmi Hasan.
“Sekarang dampak UU tersebut sedang di rasakan oleh masyarakat. Gubernur Helmi Hasan sekarang pun dinarasikan banyak oknum adalah pihak yg bertanggung jawab dan menjadi aktor yg tidak populer dalam kasus ini”, sesal Dedi Yanto.
Perihal kasus ini Dedi Yanto memberikan solusi yakni :
1. Secara kelembagaan DPRD Provinsi harus menjelaskan proses lahirnya perda 7 tahun 2023.
2. Mendorong sosialisasi Perda termasuk peruntukan dana pajak kendaraan tersebut.
3. kembali melakukan uji publik secara terorganisir agar terpetakan aspirasi yg muncul dari masyarakat dengan melibatkan aneka pihak dari ragam unsur sehingga evaluasi atas perda bisa di lakukan dengan profesional bukan di dasarkan pada viral atau tidak viralnya suatu masalah.
(DSR)